THANKS BUAT BPK/IBU YG KIRIM ARTIKEL VIA E MAIL KAMI

Minggu, 11 Desember 2011

Belajarlah ke Tulungagung

Tuesday, 09 November 2010 09:42 administrator
E-mail Print PDF

Datanglah ke Tulungagung. Hampir seluruh sekolah di salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur ini sudah menerapkan sistem transparansi penggunaan dana BOS (bantuan operasional sekolah) kepada publik.

Beberapa papan berisi daftar belanja dan pengeluaran keuangan sekolah dipajang di dinding sekolah. Transparan, semua orang bisa melihatnya. SD Negeri (SDN) Beji II, Kecamatan Boyolangu, contohnya. Di sekolah pendidikan dasar ini, informasi laporan keuangan penggunaan dana BOS dipajang di dinding sekolah.

Secara terperinci, sekolah menulis daftar belanja, pengeluaran, dan tempat pembelian barang kebutuhan siswa setiap bulan. Kepala Sekolah SDN Beji II, Sri Lestari, mengaku sengaja memasang papan informasi tersebut agar dana BOS yang diterima sekolah dapat dipertanggungjawabkan kepada komite sekolah dan orang tua siswa.

Dengan 200 anak didik, setiap siswa mendapat bantuan Rp 397 ribu. Sri menyatakan, tahun ini sekolahnya mendapatkan bantuan sebesar Rp 79.400.000. Setiap bulan, pengelola sekolah mengambil dana Rp 6,6 juta untuk memenuhi kebutuhan proses belajar-mengajar siswa."Semua pengeluaran langsung kami pampang di papan pengumuman sehingga bisa seketika dikoreksi jika ada yang menyimpang," Sri menjelaskan.

Dana sebesar itu, menurut perhitungan dia, sebenarnya masih belum menutupi biaya keseluruhan operasional sekolah. Pasalnya, dari hitungan kasar yang ia dilakukan, biaya itu tertutupi jika jumlah siswa penerima dana BOS mencapai 300 anak.
"Tapi, kami menghindari pungutan kepada orang tua. Kami mendapatkan bantuan dari pemerhati atau orang yang peduli terhadap pendidikan," kata Sri.

Tidak mengherankan jika sekolah ini dipilih menjadi salah satu sekolah percontohan yang menerapkan sistem menajemen berbasis sekolah oleh UNICEF, badan organisasi PBB yang mengurusi bidang pendidikan.

Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) didukung World Bank (Bank Dunia) pun menunjuk Kabupaten Tulungagung-selain Malang, Ambon, dan Sumbawa-sebagai daerah percontohan kampanye Transparansi, Akuntabilitas, dan Partisipasi (TAP) program BOS.

Di tengah keterbatasan, sekilas tampilan sekolah ini tampak seperti SD swasta unggulan yang penuh fasilitas. Kelas ditata sedemikian rupa hingga anak didik duduk berkelompok.

Setiap kelas memiliki sudut mandiri dan sudut baca. Di kelas, anak tak melulu harus menerima ilmu secara pasif. Mereka diajari bekerja sama dalam kelompok dan didorong untuk selalu berinisiatif. Tujuannya agar anak tak hanya pandai, tetapi juga berkarakter. "Semua fasilitas di kelas kami beli dari dana BOS," ujar Sri.

Partisipasi minim
Berjarak sekitar 20 kilometer dari SDN Beji II, SMPN 1 Pakel, juga tak kalah transparan dalam mengelola dana BOS. Namun, sekolah yang terbilang berada di daerah terpencil tersebut harus berhadapan dengan rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan BOS.

Ketua BOS SMPN 1 Pakel, Asrif, mengaku kesulitan menumbuhkan partisipasi masyarakat. Padahal, katanya, pelaksanaan program BOS membutuhkan peran aktif masyarakat, paling tidak untuk musyawarah dalam penentuan alokasi anggaran dan pembelian barang kebutuhan siswa.

Kondisi itu berbanding terbalik dengan jumlah siswa yang mencapai 753 anak. Dia menyatakan, tak ada masalah dengan transparansi penggunaan dana BOS sebab semuanya dikonsultasikan dengan orang tua siswa dan komite sekolah.

Masalahnya, menurut dia, banyaknya anak yang bersekolah tak menjadi ukuran peran aktif orang tua. Kondisi itu, kata Asrif, diperparah dengan tingkat pendidikan orang tua siswa yang rendah-mayoritas bekerja sebagai buruh tani dan Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

Persoalan lain, ungkap Asrif, propaganda sekolah gratis yang didengungkan pemerintah. Jargon tersebut membuat masyarakat buta dan menganggap semua biaya pendidikan menjadi tanggung jawab sekolah.

Menurut dia, anggapan itu karena mereka tak bisa menyerap informasi secara utuh. "Ini sudah tidak benar. Banyak orang tua protes jika ada sumbangan yang nilainya tak seberapa, yang sebenarnya untuk pengembangan kualitas sarana sekolah," tegas Asrif.

Ia tak menyalahkan sepenuhnya kepada pemerintah. Sebab, kata dia, itu memang berkorelasi dengan rendahnya pengetahuan orang tua terhadap dana BOS.
Dia menyatakan akan terus menggiatkan agar masyarakat berpartisipasi dalam pembelanjaan anggaran. "Namun, kami berharap dana BOS ditingkatkan sebab membantu sekolah. Tapi, masalah pendidikan jangan dicampuri urusan politis," pinta Asrif.

Hal senada dikeluhkan Kepala Sekolah SDN Ngrendeng I, Sunarsih. Ia menilai rendahnya tingkat partisipasi orang tua menjadi kendala dalam menjalankan rencana kegiatan dan anggaran sekolah. "Kami bisa saja langsung membelikan sesuai kebutuhan dengan konsultasi kepada komite sekolah. Namun, itu tidak kami lakukan sebelum berdialog dengan orang tua," jelas Sunarsih.

Dia menyatakan sangat terbantu dengan agenda Kemendiknas melalui Dinas Pendidikan (Dindik) Tulungagung yang berupaya meningkatkan kualitas pengelolaan program BOS dengan meningkatkan partisipasi orang tua untuk berkontribusi pada transparansi dan akuntabilitas.

"Semoga dengan banyaknya liputan tentang penyaluran dana BOS, kami bisa semakin mempertanggungjawabkan setiap pengeluaran dan orang tua bisa tambah sadar untuk ikut serta terlibat bersama kami agar dana BOS tepat sasaran," katanya.

Masih minimnya partisipasi masyarakat memang satu soal. Tapi, pengelolaan dana BOS yang transparan di Tulungagung layak ditengok, patut dicontoh bagi daerah-daerah lain di Indonesia dalam mengelona dana BOS. ed: burhanuddin bella


Partisipasi Masyarakat

Bagaimana tingkat pengetahuan dan partisipasi masyarakat terhadap program bantuan operasional sekolah (BOS)? Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Tulungagung, Winarto, menyatakan masih sangat rendah.

Mengutip hasil survei Bank Dunia tahun lalu, ia menyebut hanya 86,13 persen orang tua yang pernah mendengar BOS dan 46,67 persen tahu singkatan BOS. Survei itu juga menunjukkan, 45 persen orang tua yang mengetahui tujuan diberikannya dana BOS, ada 25,51 persen tahu penggunaannya, dan hanya 2,49 persen yang mengetahui kucuran besaran dana BOS.

Partisipasi orang tua dalam perencanaan dan monitoring penggunaan dana BOS di sekolah juga cukup rendah, yaitu sekitar 44,08 persen. Orang tua yang berpartisipasi dalam perencanaan sebesar 10,42 persen dan 7,35 persen pernah melihat papan pengumuman sekolah.

"Dari angka tersebut, cuma 17,51 persen orang tua berpartisipasi dalam evaluasi sekolah dan 10,31 persen yang memberikan masukan," tutur Winarto.

Konsultan Bank Dunia, Mariana Hasbie, mengungkapkan, data survei tersebut terkumpul dari 720 sekolah dengan 3.600 sampel (orang tua siswa). "Kami mengumpulkan data dari sepuluh provinsi dengan mempertimbangkan karakter tingkat pendidikan dan pendapatan," tuturnya.

Karena itu, menurut dia, dilakukan kampanye Transparansi, Akuntabilitas, dan Partisipasi (TAP) program BOS di empat daerah: Tulungagung dan Sumbawa yang mewakili wilayah rural serta Malang dan Ambon mewakili wilayah urban.

Jika ini berhasil, model kampanye tersebut akan dijadikan sebagai blue print (cetak biru) kampanye di seluruh Indonesia. "Kami akan memberi saran kepada Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) untuk mengikuti kampanye tersebut," tukas Mariana.

Winarto menyatakan, pihaknya akan menggalakkan kampanye untuk meluruskan pemahaman masyarakat tentang jargon pendidikan gratis yang disebutnya salah kaprah. Ini sejalan dengan diberikannya amanah Tulungagung menjadi pilot proyek percontohan TAP program BOS untuk meningkatkan kualitas pengelolaan program oleh sekolah dengan melibatkan partisipasi orang tua.

Kampanye di lapangan dilakukan antara lain melalui keterlibatan wartawan dengan kunjungan media ke sekolah pelaksana BOS, wawancara tokoh pendidikan lokal di perdesaan, penulisan artikel di media massa, dan talkshow radio. "Untuk kegiatan yang bersifat penjangkauan masyarakat, akan diimplementasikan melalui parade reog sebagai hasil kreasi budaya lokal," tuturnya. erik purnama putra, ed: burhanuddin bella

sumber : http://republika.co.id:8080/koran/35/122378/Belajarlah_ke_Tulungagung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer